Kamis, 01 Oktober 2009

Pengembangan jarak pagar (Jatropha Curcas)

PENGEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS)

Endro Sukotjo

Manajemen-Fekon-Unhalu Kendari

1. Karakteristik Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas)

a. Lahan

Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas), dalam bahasa yunani latrós berarti dokter, sedangkan trophé berarti makanan atau nutrisi. Secara bebas Jarak Pagar (Jatropha curcas) berarti tanaman obat (Prihandana dan Hendroko, 2005). Tetapi tanaman tersebut dikenal pula sebagai tanaman penghasil minyak lampu. Jarak Pagar dapat tumbuh ditempat yang kurang sesuai bagi tanaman lain dalam persyaratan tumbuhnya seperti dapat tumbuh di tanah yang kering dan gersang, sehingga dalam hal tanah dan iklim pun tanaman Jarak Pagar tidak mempunyai persyaratan tertentu atau memiliki jenis tanah tertentu. Tanaman jarak sangat peka terhadap kondisi tanah yang becek, oleh sebab itu struktur tanahnya harus ringan artinya tanah dapat dengan cepat melewatkan air hujan kebawahnya sehingga tidak menimbulkan genangan.

Tanaman jarak menyukai iklim yang kering dan panas, terutama pada saat pembungaan dan pembuahan. Tanaman jarak memberikan hasil yang sangat baik pada kondisi temperatur 20-260 C dan kelembaban udara kira-kira 60%, kalau suhu terlalu tinggi akan menyebabkan bunganya rontok.

b. Iklim

Jarak Pagar dapat tumbuh dengan kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi, antara 200-2000 mm/tahun (Heller, 1996), 480 hingga 2380 mm (Jones dan Miller, 1992), minimal 250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900-1200 mm (Becker and Makkar, 1999). Dijumpai pada ketinggian 0-1700 m dpl, dengan suhu 11-38° C (Heller, 1996; Arivin dkk, 2006). Jarak Pagar dapat bertahan dari kekeringan selama tiga tahun berturut-turut, dengan menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi.

Menurut Henning (2004) Jarak Pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm/th tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di kepulauan Cape Verde meski curah hujan hanya 250 mm tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi (rain harvesting). Di daerah-daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata) Jarak Pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air.

Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhannya dan jika tumbuh di daerah sangat kering, umumnya tidak lebih dari 23m tingginya (Jones dan Miller 1992). Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi seperti di Bogor misalnya, maka akan selalu kita dapatkan tanaman Jarak Pagar yang memiliki pertumbuhan vegetatif lebat tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah.

Tanaman Jarak Pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman Jarak Pagar berkisar 4 – 5 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun dengan tingkat populasi tanaman 2500 pohon/ha. Bila rendemen minyak sebesar 35% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2 – 3,5 ton minyak/ha/tahun. Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman jarak pada lahan kritis adalah:

1. Menunjang usaha konservasi lahan.

2. Memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi pada

peningkatan penghasilan petani.

3. Memberikan solusi pengadaan minyak bakar.

c. Tanah

Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Heller, 1996; Arivin et al., 2006). Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman Jarak Pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi daripada tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa meskipun Jarak Pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat, tetapi di tanah yang tererosi berat pertumbuhannya mungkin kerdil.

Jarak Pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur-unsur haranya terbatas atau lahan-lahan marginal, tetapi lahan dengan air tidak tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tan am an ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, Jarak Pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5.5-6.5) (Heller, 1996; Arivin dkk, 2006). Sedangkan Jones dan Miller (1998) menyatakan untuk mendapatkan produksi yang baik pada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman ini perlu dipupuk dengan pupuk buatan atau pupuk organik/kandang, yang mengandung sedikit kalsium, magnesium dan sulfur. Sedangkan pada daerah-daerah dengan kandungan fosfat yang rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.

2. Potensi Tanaman Jarak Pagar

Sebenarnya, ada banyak alasan mengapa penggunaan BBM alternatif menjadi penting. Pertama, menurut data Pertamina, kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri kini mencapai 1,15 juta barel per hari. Sementara itu, kemampuan produksi Indonesia hanya 950.000 barel per hari. Dengan kondisi ini, tak heran jika ketergantungan terhadap impor BBM terus meningkat. Kedua, makin menurunnya investasi pencarian karena cadangan minyak bumi kian menipis dan diperkirakan habis dalam waktu 10 tahun ke depan. Ketiga, harga minyak dunia terus melambung mencapai US$60—70 per barel.

Untuk itu maka tanaman jarak sebagai salah satu sumber biodesel menjadi alternative untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar nasional. Berdasarkan penjelasan Presiden RI melalui Inpres No. 1 tahun 2006 dan Perpres No. 1 tahun 2006, telah menyetujui tanaman Jarak Pagar adalah tanaman produktif untuk dikembangkan dengan berbagai multi fungsi di seluruh Indonesia (www.fierna.com/index.html).

Pengembangan tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas) sebagai salah satu bahan baku biodiesel mempunyai potensi yang sangat besar karena selain menghasilkan minyak dengan produktivitas tinggi, juga dapat berfungsi sebagai pengendali erosi dan dapat memperbaiki struktur hara tanah. Strategi pengembangan industri biodiesel dengan tanaman Jarak Pagar sebagai bahan baku dapat dilaksanakan secara terintegrasi mempunyai potensi yang sangat besar karena selain menghasilkan minyak dengan produktivitas tinggi, juga dapat berfungsi sebagai pengendali erosi dan dapat memperbaiki struktur hara tanah. Strategi pengembangan industri biodiesel dengan tanaman Jarak Pagar sebagai bahan baku dapat dilaksanakan secara integrasi dengan memaksimalkan potensi sumberdaya lahan yang tersedia.

Syah, (2006) mengatakan bahwa minyak yang di ekstrak dari biji tanaman Jarak Pagar dapat menggantikan peranan dan fungsi solar, yaitu sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel dan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit sistem tenaga listrik. Tanaman Jarak Pagar dapat ditanam pada lahan marginal atau lahan kritis, dapat juga berfungsi dan dimanfaatkan sebagai tanaman reboisasi atau penghijauan.

Hambali dan Suryani, (2006) menyatakan bahwa tanaman Jarak Pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan dapat tumbuh dengan baik pada wilayah dengan beriklim panas, tandus dan berbatu, selanjutnya dikatakan pula bahwa wilayah yang sesuai sebagai tempat tumbuhnya tanaman Jarak Pagar pada dataran rendah hingga ketinggian 300 meter dari permukaan laut (m/dpal), namun sebaran tumbuhnya dapat mencapai ketinggian 1.000 m/dpal dengan temperatur sekitar 18,0 – 28,5 C.

3. Bahan Bakar Nabati (Biofuel)

Rudolf Diesel yang menggulirkan penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar mesin diesel lebih seratur tahun lalu menyatakan bahwa pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar untuk saat ini sepertinya tidak berarti, tetapi pada saatnya nanti akan menjadi penting, sebagaimana penggunaan minyak bumi dan produk tir batu bara sekarang (dalam Alamsyah, 2005). Pernyataan tersebut sekarang sudah menjadi kenyataan, pada saat cadangan minyak dunia sudah mulai menurun dan disisi lain pemakaian bahan bakar terus meningkat sehingga mendorong manusia untuk mencari sumber bahan bakar baru yang dapat terbarukan. Salah sat sumber bahan bakar tersebut adalah minyak Jarak.

Kondisi Indonesia yang mengalami krisis BBM mendorong pemerintah untuk giat mencari sumber energi lain yang terbarukan. Tanaman Jarak pagar sebagai penghasil minyak nabati bisa disebut dengan sumber energi terbarukan (renewable energy) atau lebih tepatnya energi hijau yang terbarukan (biofuel). Tahun 2006 merupakan tahun kebangkitan biofuel di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan keluarnya Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Adanya kemauan politik pemerintah harus diikuti dengan dukungan pemerintah dari tingkatan tertinggi sampai tingkatan terendah dan juga dukungan masyarakat secara luas. Hal tersebut disebabkan karena bahan bakar nabati membutuhkan area/lahan yang luas untuk tanaman.

Dalam bahasa Indonesia, cukup banyak istilah yang sepadan dengan kata biofuel yaitu:

1. Bio energi, dalam kamus pertanian (1997) bio energi diartikan sebagai sumberdaya yang berasal dari mahluk hidup, yakni tumbuhan, hewan, dan fungi.

2. Bio bahan bakar, yaitu bahan bakar yang berasal dari bio, yakni organisme atau mahluk hidup.

3. Energi hijau, yaitu sumber daya yang berasal dari tumbuhan yang dilambangkan dengan warna hijau.

4. Energi terbarukan, yaitu energi yang berasal dari bahan yang ditanam yang dibudidayakan oleh manusia yang selanjutnya dipanen dan diolah menjadi bahan bakar secara berkesinambungan.

Bahan bakar sendiri dapat dipilah menjadi dua bagian besar, yaitu biodiesel dan bioetanol. Biodiesel disebut pula dengan FAME (fatty acid methyl ester) merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin diesel sebagai pengganti solar. BBN dari munyak nabati dikonversi melalui reaksi kimia dan fisika. Sehingga secara kimia sifatnya sudah berubah dari sifat aslinya.

4. Perencanaan Berbasis Spasial

Pengembangan wilayah berbasis spasial merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan yang integralistik dan komprehensif, itu berarti bahwa pengembangan wilayah tidak hanya menekankan pada sentralisasi kebijaksanaan, namun strategi pengembangan wilayah memuat dimensi kebijakan spasial yang seharusnya mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dalam suatu wilayah pengembangan.

Menurut Harsono (1994), lahan sebagai unsur keruangan (spatial) mempunyai makna yang strategis, implikasi dari makna tersebut dalam kehidupan sehari-hari maka lahan juga dapat diartikan sebagai ruang (space) yang mempunyai lima jenis nilai (rent), yakni :

a. Nilai ricardian; nilai yang timbul sebagai akibat adanya sifat dari kualitas lahan yang berhubungan dengan kesesuainnya untuk penggunaan tertentu.

b. Nilai lokasi; nilai yang timbul sebagai akibat lokasi suatu lahan relatif terhadap lokasi lainnya secara fraktikal nilai lokasi berhubungan dengan aksesibilitas lahan.

c. Nilai lingkungan; nilai yang timbul sebagai akibat fungsi ekologis lahan di dalam suatu ekosistem.

d. Nilai sosial; nilai yang timbul sebagai akibat adanya fungsi sosial lahan jika pemilik penguasaan lahan menimbulkan sejumlah muatan social privilages bagi pemilik penguasaannya.

e. Nilai politik; nilai yang timbul jika pemilikan penguasaan lahan memberikan sejumlah kekuatan politik ataupun sosial politik yang lebih menguntungkan kepada pemilik penguasannya.

Keadaan tersebut memberikan pengertian bahwa ketidak sempurnaan pasar lahan telah mendorong mekanisme pasar mengalokasikan lahan secara tidak sempurna, golongan yang memiliki dan menguasai lahan cenderung untuk memanfaatkan kegagalan pasar tersebut. Inilah salah satu ciri dari nilai seeking society.

Berkaitan dengan perencanaan berbasis spasial, maka tanaman Jarak Pagar mempunyai berbagai manfaat terutama bila dikaitkan dengan salah satu program pembangunan nasional yaitu pengentasan kemiskinan, karena budidaya Jarak secara massal/nasional akan memberikan berbagai keuntungan bagi masyarakat yaitu:

1. Mengurangi pengangguran, Secara empiris (Prihandana, et.al. 2005), menunjukkan penyerapan tenaga kerja untuk menghasilkan setiap satuan BBN lebih tinggi 7 – 15 kali lipat dibandingkan dengan BBM. Industri migas membutuhkan 750 orang untuk menghasilkan 2500 barrel setara minyak perhari. Namun untuk produksi yang sama, industri BBN membutuhkan 10.000 orang dan untuk BBN bio-etanol membutuhkan 60.000 orang.

2. Meningkatkan pendapatan masyarakat, pengembangan BBN akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat khususnya petani. Peningkatan pendapatan tersebut dapat diperoleh dari penanaman Jarak, dan juga dari nilai tambah pada taham pengolahan (off farm).

3. Dapat mengurangi pemakaian BBM sehingga akan menghemat devisa negara dari import BBM.

4. Penanaman Jarak di lahan kritis dengan sendirinya akan mengurangi jumlah lahan kritis yang ada dan hal tersebut berarti memperbaiki kondisi lingkungan (proplanet).

DAFTAR PUSTAKA

Arivin, A. R., Allorerung, D., Mahmud, Z., Effendi, D. S., Sumanto, dan Isa, F. 2006. Karakterisasi Faktor Iklim dan Tanah Pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas 1.) di Desa Cikcusik-Banten (in press).

Arsyad, Sitanala, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Pres Bogor

Becker, K, and H.P.S. Makkar. 1999. Jatropha and Moringa. Source of renewable energy for fuel, edible oil, animal feed and pharmaccutical products- idcal trees for incrcasing cash income. Presented at Daimler Chrysler/The World Bank Environment Forum, Magdeburg.

Daldjoeni, N.1992. Geografi Baru, Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek. Bandung : Alumni.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005 . Pedoman Umum Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Sebagai Bahan Baku Bahan Bakar N abati (Biodiesel).

Firdaus, 2004; Analisa Investasi Jarak, microsoft internet explorer (www.migas-indonesia.com)

Hambali, dkk, 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penerbit Swadaya Jakarta

Hardoyo, dkk. 1990. Laporan Penelitian Kajian Daya Dukung Lingkungan Lahan Kritis Kasus di Gunung Kidul. Fakultas Gajah Mada, Jogjakarta.

Hendartomo, 2006; Analisa Potensi Penggunaan Minyak Jarak Pagar sebagai Minyak Bakar Alternatif Untuk Pembangkit Energi Listrik, Departemen Perkebunan R.I.

Henning, R. K 2004. The Jatropha System. Economy and Dissemination Strategy. International Conference of Renewable 2004. Bonn 1-4 June 2004, Germany.

Pusat Penelitian dan Pengembangan perkebunan, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha Curcas L). Rumini, Widi. 2006. Hama Jarak Pagar. Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas 1.). ISSN 1907-1647.

Syah dkk. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta

Yeyen, P., Hastono, A. D., Tirtosastro, S. 2006. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Kadar Minyak. Seminar Status Teknologi Jarak Pagar. Bogor 23 Pebruari 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (tidak dipublikasi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar